JAKARTA, KOMPAS.com - Meningkatkan minat baca tak hanya melalui pendidikan, arsitektur bisa diguanakan untuk mewujudkannya.
Seperti yang dilakukan SHAU Architects lewat rancangan-rancangan perpustakaan mininya.
"Saat ini ada lima microlibrary yang sudah terbangun," tutur salah satu pendiri SHAU, Florian Heinzelmann kepada Kompas.com, Kamis (2/4/2020).
Salah satunya adalah Microlibrary Warak Kayu yang didirikan di Kota Semarang. Perpustakaan mini ini merupakan proyek kelima dari seri Microlibrary rancangan SHAU Architects.
Sebelumnya, SHAU telah merancang empat buah perpustakaan mini lainnya. Pertama adalah Microlibrary Bima.
Baca juga: Bermain dan Belajar di Microlibrary Warak Kayu, Perpustakaan Mini Semarang
Bangunan seluas 159,8 meter persegi ini didirikan di Bandung dan telah menarik perhatian dunia karena desainnya.
Tim tersebut memanfaatkan bahan-bahan daur ulang, termasuk 2.000 ember plastik yang digunakan untuk membangun dinding perpustakaan.
Bagian bawah ember menandakan angka satu, sementara ujung lainnya mewakili angka nol.
Baca juga: Perpustakaan Kelurahan di Bandung, Terbaik Sedunia
Keseluruhan kode tersebut membentuk kalimat peribahasa "Buku adalah jendela dunia".
Penataan ember sendiri juga dilakukan dengan cerdas.
Ember-ember tersebut ditempatkan di antara tulangan baja vertikal yang berfungsi mengusir air hujan.
Karena desain uniknya, Microlibrary Bima menyabet gelar terbaik di ajang Architizer A+ Awards. Tak hanya itu, bangunan ini dinominasikan dalam ajang penghargaan Aga Khan Awards 2019.
Direktur Penghargaan Farrokh Derkhshani menuturkan, Microlibrary Bima bertujuan membantu memerangi tingkat melek huruf Indonesia yang rendah melalui serangkaian fasilitas membaca yang murah dan sadar lingkungan.
Selain Microlibrary Bima ada pula Microlibrary Taman Lansia yang didesain dengan bentuk apung yang sederhana dan terbuat dari beton.
Di dalamnya terdapat beberapa ruangan yaitu mushala, kios, toilet umum, perpustakaan umum, dan beranda.
"Saat ini (Microlibrary Taman Lansia) berfungsi sebagai mushala taman karena belum ada komunitas yang bersedia menggerakkannya," kata Florian.
Pendiri SHAU lainnya, yakni Daliana Suryawinata menuturkan, bangunan ini sempat didirikan, namun pembangunannya belum rampung karena digugurkan oleh bupati yang baru.
Selanjutnya ada Microlibrary Hanging Gardens di Kiaracondong, Bandung. Sesuai namanya, desain bangunan ini dirancang mirip dengan taman gantung.
Terdapat beberapa level bangunan yang dipenuhi dengan tanaman.
Microlibrary merupakan sebuah proyek kolaborasi dengan berbagai stakeholder seperti Pemerintah, Corporate Social Responsibility (CSR), yayasan, dan komunitas.
Baca juga: Unik, Bandung Punya Perpustakaan Berdinding 2.000 Ember Es Krim
"Kami melihat bahwa minat baca masyarakat Indonesia masih rendah, dan ingin mencoba meningkatkannya dengan membuat microlibraries yang menjangkau masyarakat dengan strategi merangkul ruang-ruang komunitas," ucap Daliana.
Tak hanya perpustakaan semata, setiap bangunan microlibrary juga berfungsi sebagai tempat bermain dan berkumpul warga.
Daliana mengatakan, arsitek perlu menjadi agen perubahan. Adapun salah satu caranya adalah dengan membuat proposal, menggalang dana, dan melaksanakan proyek tersebut dengan bantuan semua pihak.
Dia mengungkapkan, desain arsitektur tak hanya digunakan untuk membuat suatu tempat menjadi lebih menarik.
Arsitektur, sebut dia, juga bisa dimanfaatkan untuk membantu permasalahan yang ada pada masyarakat.
"Seperti dalam hal microlibrary ini, arsitektur untuk meningkatkan literasi dan minat baca," tuntas Daliana.
"Karya" - Google Berita
April 04, 2020 at 02:00PM
https://ift.tt/2Rbij6S
Tentang Minat Baca, dan 5 Karya Microlibrary SHAU Achitects - Kompas.com - KOMPAS.com
"Karya" - Google Berita
https://ift.tt/2V1hiPo
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Tentang Minat Baca, dan 5 Karya Microlibrary SHAU Achitects - Kompas.com - KOMPAS.com"
Post a Comment